Kamis, 01 September 2022

Kisah Pilu Petani Mitra Tebu, Janji Manis PT. Rajawali II yang Tak Semanis Tebu.




Pada tahun 2018 akhir PT. Rajawali II melakukan kerjasama untuk bermitra tebu dengan pihak 22 desa penyangga di dua wilayah, yakni kabupaten Indramayu dan Majalengka. Khususnya di wilayah Indramayu yang memiliki lahan HGU kurang lebih seluas 7000 hektar dan sebelas desa penyangga.

Dengan adanya sistem mitra ini diharapkan masyarakat bisa mensejahterakan masyarakat desa penyangga. Mereka tidak perlu modal untuk menanam tepu tetapi justru diberi modal oleh pihak perusahaan. Namun, pada kenyataan, janji-janji manis yang dilontarkan oleh PT. Rajawali II ini rupanya tidak seusai dengan faktanya. 

Melalui perjanjian kemitraan, PG Rajawali II membuat petani penggarap lahan menunggu satu tahun tanpa penghasilan dari lahan. Dalam surat perjanjian, modal yang dipinjamkan PG Rajawali II hanya diperuntukkan penanaman dan perawatan tebu. Modal tersebut tidak boleh digunakan untuk biaya berobat jika petani sakit, biaya makan sehari-hari, biaya sekolah dan biaya lainnya.

Sedangkan dalam prosesnya, pinjaman kerap datang terlambat sehingga petani harus menggunakan uangnya sendiri terlebih dahulu. Pak Yanto salah satu mitra tebu harus membayar bibit tebu sebesar Rp1.100.000 beserta biaya angkutnya dengan uangnya sendiri. Pak Yanto merasa belum mendapatkan modal untuk menggarap tebu. 

Dengan mekanisme kemitraan demikian, tidak heran jika petani di Desa Sukamulya melakukan perlawanan dengan menduduki lahan yang diklaim PG Rajawali sebagai lahan HGU. Sejumlah 120 petani di blok Sumur Melati di Desa Sukamulya menanam komoditas pertanian secara tumpang sari. Mereka menanam padi, pisang, cabai, dan kacang-kacangan.

Perlawanan mereka juga ditujukan kepada perangkat desa. Kuwu dan jajarannya cenderung mendukung kemitraan oleh PG Rajawali II melalui masifnya sosialisasi yang dilakukan kepada petani pada media Januari 2022.

Akibatnya, sejumlah petani yang menentang program desa tidak mendapatkan bantuan, misal bantuan sosial untuk terdampak Covid-19.

Jika membandingkan penghasilan petani padi dengan petani tebu, keuntungan lebih besar didapat dari petani padi karena masa tanam padi mencapai 2-3 kali per tahun. Sedangkan masa tanam tebu yang memakan waktu 8-12 bulan hanya bisa mencapai 1 kali per tahun. 

Satu hektar sawah yang ditanam padi dapat menghasilkan Rp40 juta dalam sekali masa tanam. Sedangkan, tebu, melalui mekanisme kemitraan yang dilakukan PG Rajawali II bervariasi. Berdasarkan akumulasi data SHU masyarakat mitra tebu di Desa Pilangsari, pendapatan yang diperoleh petani berkisar dari Rp400 ribu - Rp43 juta per tahun.

Melalui perjanjian kemitraan, PG Rajawali II membuat petani penggarap lahan menunggu satu tahun tanpa penghasilan dari lahan. Dalam surat perjanjian, modal yang dipinjamkan PG Rajawali II hanya diperuntukkan penanaman dan perawatan tebu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ternyata Penyebab Utama Pemanasan Global Bukan Karena Asap Kendaraan dan Pabrik.

Mungkin kita kira jika kerusakan tanah hanya menyebabkan gagal panen pada pertanian. Sebenarnya kerusakan tanah juga juga bisa membuat perub...